Home » » CINTA TERLARANG: CINTA PERTAMAKU, SEORANG WANITA

CINTA TERLARANG: CINTA PERTAMAKU, SEORANG WANITA

Namaku Dwi Mahendra
Kali ini aku akan menceritakan sebuah masa lalu, sebuah kisah nyata tentang percintaan’ku. Semua yang aku certakan disini nyata adanya, mulai dari kisah, tempat dan nama.
Berawal dari hobby ku membuat sebuah tulisan, dari sana aku terpilih mewakili sekolah untuk mengikuti lomba JETRADA (Jejak Tradisi Daerah) tingkat Kabupaten yang diadakan dua hari dua malam di salah satu desa Bali Aga atau desa Bali Asli tepatnya di desa Tenganan Pegringsingan. Menjadi salah satu orang terpilih membuatku bangga dan mempunyai tanggung jawab yang harus aku penuhi.
Singkat kata singkat cerita (sekalian memperpendek redaksi hehe), dua hari telah berlalu. Selama itupun aku mendapatkan banyak hal berharga, mulai pengalaman, liburan, sertifikat dan tak kalah berharganya adalah seorang teman.  Iya seorang teman wanita, orangnya cantik tapi tak cukup tinggi untuk menandingiku (tinggi ku 165 cm, paling tinggi diantara teman-teman sebayaku dan aku bangga akan hal itu).
Ari Puspita, nama yang cantik untuk melukiskan paras yang cantik
Usainya lomba JETRADA tidak membuat hubungan pertemanan antara aku dan Ari selesai, malah sebaliknya. Hubungan kita semakin akrab, sms’an berbagi cerita, bahkan suatu ketika dia ingin berkunjung ke rumahku sekalian belajar untuk ulangan (meskipun beda sekolah tapi kami sama-sama satu jurusan dan satu tingkatan jadi untuk keseluruhan pelajaran kami hampir sama). Hari dan waktu telah kami tentukan, dan hari itu pun datang. Aku standby di depan rumahku, biar dia nggak nyasar terlalu jauh (bisa-bisa berabe urusannya anak orang hilang). Dan akhirnya dengan penuh perjuangan dia sampai juga di rumahku. Diluar dugaan, Ari Puspita yang  selama JETRADA aku kenal, kini berbeda! Rambut yang dulunya panjang, ciri khasnya dia sebagai wanita kini berubah sependek-pendeknya layaknya gaya rambut seorang laki-laki bahkan style’nya pun berubah. Ari Puspita yang feminim berubah menjadi Ari Puspita yang tomboy (mungkin gara-gara kecintaannya akan idolanya, musisi Indonesia yang berpenampilan tomboy).
“Astaga Ari!!! Ini beneran kamu?”
“Yaelah wik, emangnya siapalagi coba.” Jawabnya dengan gaya yang macho.
“Itu rambut kenapa? Style mu juga aneh. Berbeda -_- !”
“Hahahaha beda beda tapi kece kan…”
“Iya kece dah, ya sudah ayo masuk say…”
Dan kita berdua masuk ke rumah diiringi tawa canda kita berdua. Kebetulan di rumah semua keluargaku komplit, ada Ayah, Ibu, Kakak dan Adik. Aku perkenalkan teman baikku kemereka semua dan mereka welcome dengan kedatangan Ari. Langsung saja aku mengajak dia masuk ke ruang belajar ku. Selain pintar, Ari orang yang mengasikkan, penuh tawa canda. Bayangkan saja ditengah-tengah keseriusanku belajar dia malah membuat suasana berubah menjadi penuh tawa.
Hari telah berlalu, dia sering datang ke rumahku, entah itu untuk belajar bareng, buat tugas ataupun cuman sekedar jalan-jalan. semakin hari kita semakin dekat, dekat lebih dari sekedar hubungan sahabat. Dia lebih memperhatikanku, entah apa yang aku rasakan ini. Aku nyaman, sangat nyaman dengan semua sikap yang dia tujukan untukku.
Hingga suatu ketika dia datang ke rumahku, ketika hanya ada aku seorang di rumah, yang lain pada sibuk dengan aktivitas masing-masing. Seperti biasa, berbagi cerita dan tawa canda. Ketika itu turun hujan yang deras, dia tidak bisa pulang untuk beberapa jam kedepan. Menghabiskan waktu berdua di kamar kecilku, ketika aku sudah kehabisan topic pembicaraan aku alihkan pandanganku ke tumpukan novel-novel koleksiku.
“Mau baca novel?” tawarku ke Ari
Ari menggelengkan kepala dan hanya tersenyum kepadaku. Mataku mulai sibuk membaca kata demi kata yang pernah aku baca sebelumnya, cerita kesukaanku. Saking asyiknya membaca, tanpa aku sadari Ari berpindah tempat. Tepat di depanku, di belakang buku yang aku baca.
“Amsyong, Ari!!! Kamu buat aku kaget saja!”
Ari tidak merespon apa yang  aku bilang, dia hanya tersenyum dan tangannya menepis novel yang aku pegang. Wajahnya mendekat, dan mulai mendesakku hingga punggungku menyentuh dinding kamarku. Apa yang akan dia lakukan? BAtinku bertanya-tanya. Entah apa yang aku rasakan, hatiku berdebar-debar, jarak wajah kami tinggal beberapa inci. Dan akhirnya bibir nya menyentuh bibirku. Kaget, itu yang aku rasakan. Tapi anehnya, aku tidak melawan apa yang telah dia lakukan. Malah hati ini berdebar-debar semakin kencang dan aku menikmati apa yang dia lakukan. Apa sebenarnya yang aku rasakan?
Hanya dalam hitungan detik bibir kami menyatu, dia menatapku kembali dan memegang tanganku.
“Jangan marah wik. Maafkan aku dengan perasaan ini, aku menyayangimu lebih dari seorang sahabat. Perasaan ini, sudah lama aku pendam. Dan maaf, dari awal aku tidak menceritakan keseluruhan tentangku. Aku tidak pernah suka sama yang namanya laki-laki. Aku seorang lesbian, aku takut menceritakan semua itu akan membuat mu risih dan mencoba pergi menjauh dariku. Maafkan aku,  Maaf aku mencintaimu”
Diiringi rintik hujan yang mulai mereda dia menyatakan hal yang diluar dugaanku. Aku hanya bisa diam, memikirkan apa yang telah terjadi. Mencoba mencari-cari kebenaran yang ada di hatiku sendiri. Saat dia menciumku, aku tidak menolak, saat dia menyatakan cinta aku tidak risih, malah sebaliknya! Aku mengharapkan hal yang tadi terulang kembali. Tapi bibir ini seolah-olah membeku, tak sanggup berkata apapun.
“Wik, kayaknya hujannya sudah reda. Udah sore, aku pulang dulu ya. Untuk yang tadi, maafkan aku. Tetaplah jadi Dwi Mahendra’ku yang aku kenal.” Katanya memecahkan pikiranku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Tangannya mengacak-ngacak rambutku, pertanda dia pamit pulang.
Setelah mengantarnya sampai depan rumahku dan melihat dia pulang, aku segera kembali ke kamar dan merenungkan apa yang telah terjadi. Mungkinkah ini? mungkinkah aku juga mencintainya?
Tak terasa cukup lama aku dengan khayalanku, hp  yang sedari tadi aku pegang bergetar memecahkan lamunanku. Pertanda ada pesan masuk.
“From: Ari
Dwi… aku harap kamu tidak berubah, aku takut itu akan terjadi tapi aku tak sanggup memendam rasa ini sendirian”
Tak perlu berpikir lama lagi, langsung aku balas sms dari dia.
“To: Ari
Maaf aku…
Maaf aku juga mencintaimu”
Membaca balasan sms dari dia membuatku senyum-senyum sendirian. Jujur saja,      hari itu adalah hari yang paling terindah dan paling berkesan bagiku. Hari dimana aku tau semua perasaan sahabatku dan hari dimana aku tidak lagi membohongi perasaanku sendiri, hari dimana ku biarkan perasaan hati ini mengalir apa adanya.
05 November 2011, hari yang tak pernah aku lupakan. Dimana aku resmi menjadi miliknya dan dia menjadi milikku. Hari demi hari kita lewati bersama, tak jarang ketika jam istirahat dia sempatkan untuk datang kesekolahku menikmati makan siang bersama meskipun jarak sekolah kami lumayan jauh. Hari terasa begitu indah memilikinya, meski ku tau hubungan ini adalah hubungan yang terlarang. Tapi rencana Tuhan siapa yang tau? Dan aku percaya, cinta adalah ciptaan Tuhan dan kini aku memiliki cinta, aku tak akan mencoba untuk melawannya karena bagiku inilah cinta yang Tuhan ciptakan untukku dengannya.
Dia lebih sering datang ke rumahku, seperti biasa aku ajak dia ke kamar kecilku. Kamar dimana semua hal indah terjadi. Memeluknya, melepaskan rindu yang tertahan, berbagi hangat ciuman, dan berbagi kasih. Hubungan kami tentunya menjadi rahasia terbesarku dari keluargaku. Aku berusaha semaksimal mungkin agar semua kluarga ku tak ada yang curiga dengan kedekatan kami.
Untuk menyembunyikan itu semua, aku lebih memilih untuk pergi ke rumahnya. Karena disana keluarganya lebih sering jarang berada di rumah dibandingkan dengan keluargaku.
Ketika semua persiapan sudah matang, waktu yang tepat, dan dimana aku sudah menyusun kegiatan-kegiatan apa yang bakalan aku lakukan bersamanya. Aku segera berkemas untuk bertemu kekasih hatiku.
Sesampainya di rumahnya, seperti biasa disambut dengan mengacak-acak rambutku. Hal yang selalu dia lakukan, hal yang aku suka.
“Sayang, tau nggak? Aku sudah membuat agenda kita hari ini. Nih liat” aku memperlihatkan gulungan kertas yang aku ambil dari ransel ku. Sejenak dia bengong melihat tulisan-tulisan dalam kertas itu.
“Sayang, sayang yakin bakalan ngelakuin ini semua?”
“Yakin lah, kenapa? Aaaaa jangan katakan nggak kuat ??? ayo ngaku ayoo!” godaku manja.
Ari memencet hidungku, “Enak aja nggak kuat, kalau begitu ayo kita buktikan siapa yang sebenarnya nggak kuat”
“Hihihi ayo, siapa takut!” kujulurkan lidahku mengejek dia, dan dia berusaha mengacak-acak rambutku lagi dan kali ini aku menghindar. Kami bergulat seolah-olah anak kecil yang sedang memperebutkan lollipop, hingga akhirnya aku kalah dan tertindih olehnya. Dan kami pun terhanyut dalam hangat dan lembutnya bibir dengan penuh cinta. Lama bibir kami menyatu, hingga aku dikejutkan dengan suara orang datang. Ari bergegas mengecek keluar siapa yang sebenarnya datang, dan aku disembunyikan di dalam kamar (udah kayak narkoba dicari-cari polisi -_-). Tak lama kemudian, Ari datang kembali dan tertawa melihatku celingukan dibalik jendela kamarnya.
“Iiihhh apaan sih kamu ketawa!”
“Hahahaha habisnya sayang lucu, nggak usah sampai segitunya kali. Yang datang itu Ayah, ayo kita keluar. Katanya mau ngelakuin semua yang ada digulungan “mantra” nya sayang” tangannya meraih tanganku. Dan dia memperkenalkan aku kepada Ayahnya, tak kusangka meskipun ayahnya jenggotan menyeramkan gimana gitu ternyata Ayahnya baik banget sama aku. Menyambutku dengan baik.
Setelah cukup basa-basi dengan ayahnya, dengan segera Ari menarik tanganku, menuntunku kebelakang rumahnya.
“Mau keman kita?” tanyaku heran
“Katanya mau ngelakuin hal-hal yang ada di gulungan itu. Lah ayo ikuti aja aku” jawabnya.
“Wah iya iya, ayo cepat say. Aku sudah nggak sabar lagi”
Setelah beberapa menit berjalan kaki, Ari memintaku untuk menutup mataku. Dituntunnya aku kesuatu tempat yang tak tau entah bagaimana bentuk tempatnya itu.
“Sekarang kamu boleh buka matamu”
Kubuka mataku perlahan, yang pertama aku lihat adalah kekasih hatiku dimana dibelakangnya terdapat pemandangan yang luar biasa. Sebuah perbukitan, tempat yang selama ini dia ceritakan. Spontan saja aku memeluknya.
“Woooww amazing! Sayang, tak kusangka di luar dugaanku. Tempatnya begitu indah! Naaahhhh sesuai dengan rencanaku, ayo kita mulai. Siapa yang terlebih dahulu nyampai diatas bukit sana, dialah pemenangnya. Buktikan siapa yang paling kuat”
“Oke siapa takut!. Pasti aku lah yang paling kuat!”
“Kita buktikan saja. Hitungan ketiga, kita mulai. 1…… 2…… 3……”
Kami berdua pun saling mendahului, berlomba mendaki perbukitan yang lumayan tinggi.
“Hati-hati sayang” terdengar dia memperingatkanku. Aku hanya tertawa cekikikan melihat dia jauh tertinggal di belakangku.
Selain hobby menulis, aku juga hobby mendaki. Terbukti aku mengikuti napak tilas rute perjuangan I Gusti Ngurah Rai yang diselenggarakan 3 hari 2 malam di Bali bagian Timur. Mendaki bukit dengan tinggi yang tidak seberapa sangat mudah bagiku.
Dan akhirnya aku yang pertama sampai di puncak bukit. Aku lihat Ari masih berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyusulku.
“Ayo sayang cepetin, kering nih aku nunggunya! Katanya kuat, masak gitu aja udah ngosh ngosh’an sih” ejekku dari atas bukit.
“Awas aja ya kamu, tunggu aku disana” teriaknya.
Dengan susah payah akhirnya sampai juga dia diatas bukit, dengan peluh yang bercucuran. “Wkwkwkwkw sayang sayang, kamu mendaki apa mandi sih? Basah kuyup begitu.” Aku usap peluhnya dengan penuh kasih. Aku berbaring disampingnya diatas rumput hijau perbukitan itu. menikmati alam yang masih asri, berbeda jauh dengan di kota.
“Sayang, indah banget ya. Lihat deh burung-burungnya, berdua-duan kayak kita yaa.”
Ari tersenyum melihatku begitu bahagia . dia hanya berbaring miring, menatapku yang sedari tadi tidak henti-hentinya mengagumi keagungan ciptaan Tuhan.
“Waduh! Apaan tuh?” teriakku mengagetkannya
“Apaan sih sayang?”
“Ada awan hitam yank, itu! (menunjuk ke langit) Nggak asik banget deh, kayaknya mau hujan”
“Oh tenang aja sayang, biar aku yang usir awan hitamnya. Biar nggak turun hujan” langsung saja dia berdiri sambil melakukan gaya seolah-olah Sang Avatar yang sedang mengendalikan elemen udara
“Wkwkwkw sayang, sayang. Kamu lucu, kurang di gundul ajah kepalanya”
Tetes demi tetes air mendarat di wajahku, pertandaa mantera kekasihku tak mempan juga mengusir hujan. Sial! Baru aja aku menikmati suasana alam dengan yang tercinta malah hujan.
“Sayang, kayaknya mantera ku enggak mempan deh. Ayo kita turun, biar nggak kehujanan……” belum kelar Ari ngomong, hujan mengalir dengan derasnya.
Dengan segera Ari merangkulku, dia melepaskan jiket yang dia kenakan untuk melindungi kepalaku dari hujan. Bersama-sama kami turun ke bawah, tapi medan dan cuaca tidak mengijinkan langkah kaki ini terlalu jauh. Hingga tiba kami di sebuah pohon yang lumayan besar, akhirnya aku putuskan untuk berteduh disana.
“Sayang, kita berteduh di pohon ini aja. Kayaknya nggak baik kita paksa turun ke bawah. Jalannya licin. Tunggu sampai hujannya reda.”
Dan kita berdua duduk di bawah pohon itu. Udara yang tadinya sejuk kini berubah menjadi dingin. Aku menggigil kedinginan, gigiku terkatup-katup tak tahan akan dinginnya cuaca saat itu. Dengan segera Ari mengenakan jiket yang tadinya dia gunakan untuk melindungi kita dari hujan ke tubuhku, dia memelukku dengan erat seakan tak ingin sesuatu hal yang buruk menimpaku.
“Sabar sayang, hujan pasti segera reda”
Aku hanya mengangguk dan memeluknya dengan erat. Dingin cuaca perbukitan seketika memudar ketika dia memelukku, melindungiku dari hujan, dan mencium bibirku yang membeku seakan-akan memberikan hangat kehidupan. Lama kami berpelukan dalam derasnya hujan. Hal yang diluar rencana malah membuat semua ini semakin romantis. Caranya dia melindungiku, caranya dia memanjaku, caranya dia menyayangiku mencintaiku membuatku semakin mencintainya, semakin tak ingin kehilangannya.
Setelah aku rasa hujan sudah mulai reda, dia segera mengajakku turun ke bawah. Tapi dengan segera aku tahan langkahnya.
“Sayang, aku butuh waktu sebentar saja. Please.” Dengan segera aku ambil silet dari kantong celanaku.
“Pohon ini menjadi saksi cinta kita, jadi aku mau mengukir nama kita disini sayang. Kenang-kenangan kita, biar suatu saat nanti bisa kita lihat” kataku.
“Iya sayang. Hati-hati dengan siletnya tajam!” dia selalu mengingatku seakan-akan aku anak kecil yang baru di lepas ibunya. Tapi aku bahagia dia memperlakukan aku seperti itu, caranya dia menyayangiku. Gores demi goresan di pohon itu mulai terbentuk sebuah nama dan sebuah hati. Dalam hatiku berkata, tetaplah tumbuh membesar, kamu menjadi saksi hidup cinta terlarang kami, semoga cinta antara aku dan dia kan abadi.
“Sudah selesai. Lihat deh, cantik kan?” tanyaku
“Iya, tapi tetep lebih cantik kamu dari pada pohonnya” jawabnya menggodaku
“Dasar gembel, ayo kita turun say. Aku laper”
Akhirnya kita berdua turun bersama, dengan langkah kecil dan tawa canda dari bibir kita, meninggalkan tempat yang tak akan pernah aku lupakan.
Sesampainya di rumah nya Ari, aku disambut oleh seluruh keluarga besarnya dia. Seketika saja aku linglung, aku mau ngomong apa sekarang dengan keadaan badan basah kuyup kayak gini. Seakan Ari mengerti dengan kekhawatiranku, dia menggenggam tanganku dan berbisik “jangan khawatir, mereka semua baik-baik kok. Kita bisa lewati bersama”. Ari mengajakku masuk berbaur dengan mereka, memperkenalkanku sebagai seorang sahabat di depan kluarga besarnya. Dan mereka menyambutku dengan hangat, seperti yang dilakukan ayahnya kepadaku.
“Ibu udah dulu ya, kita mau ganti baju dulu. Basah nih” Akhirnya Ari mengajakku kekamar untuk ganti pakaian. Karena aku nggak tau akan turun hujan seperti ini, alhasil aku tidak bisa berganti pakaian. tetap dengan baju ku yang basah dan berlumuran lumpur. Tetapi Ari tak pernah absen memperhatikanku, dengan penuh kasih sayang dia mengeringkan rambutku dengan handuknya, mengeringkan tubuhku, meskipun dia sendiri belum berganti pakaian.
“Aku khawatir kamu sakit. Jadi kamu harus kering terlebih dahulu.”
“Tapi sayang kan basah juga, nanti sayang sakit lagi” dengan segera aku menahan tangannya yang sibuk memngeringkan rambutku.
“Aku nggak apa-apa kok, asalkan kamu sehat-sehat saja. Itu yang membuatku juga merasa sehat” jawabnya dengan senyuman.
“Aku bahagia memilikimu Rik” dia kupeluk dengan erat.
“Aku lebih bahagia Wik, memilikimu adalah harta terindah yang aku miliki. Tetaplah seperti ini, tetaplah menjadi Dwi Mahendra’ku” dia membalas pelukanku dan mengusap-usap kepalaku.
“Kalau kayak gini mah nggak perlu penghangat ruangan lagi ya, berada dipelukanmu adalah hal yang paling hangat yang pernah aku rasakan Wik. Eh udah jam 16.00, udah waktunya sayang”
Aku menoleh ke arah jam dinding, ternyata aku sudah lewat satu jam dari janji ku ke orang tuaku. Menjadi anak wanita satu-satunya tak lantas membuatku bebas melakukan sesuatu di luar aturan kedua orang tuaku. Aku harus patuh dengan segala peraturan rumah. Dan Ari mengerti bagaimana berada diposisiku.
“Aku nggak mau pulang”
“Ehh nggak boleh gitu, mau dimarah Ayah?”
“Enggak, tapi masih kangen kamu”
“Sayang, sayang, kan masih ada hari esok. Udah kyak nggak bakalan ketemu lagi deh. Sekarang pulang dulu, kasian orang tua nunggu di rumah. Mereka pasti khawatir.” Jawab Ari menatap mataku.
“Kamu yang paling mengerti aku sayang. Lain kali kita buat agenda yang lebih mengasikan yuk. Pengen ngelakuin banyak hal sama kamu”
“Dasar bidadariku. Iya  iya, nanti kita buat agenda menanam jagung di sawah kita hehehehe” ledeknya.
“Semprul sayang ne!”
Aku pun membereskan barang-barangku, dan sebelum pulang, peluk kecup hangat dari sang kekasih tak pernah absen.
Hari demi hari berlalu, hingga hubungan kami menginjak bulanan. Tak pernah aku bertengkar serius dengannya. Hanya berdebat kecil, setelah itu suasana kembali mencair. Aku menyayangi dia layaknya aku menyayangi tubuhku sendiri. Tak akan aku biarkan dia tersakiti.
Banyak hal yang kita lalui bersama, mulai dari perayaan hari peleburan dosa di pantai (sebenernya nggak peleburan dosa sih, tapi penambahan dosa hehe), main air di sungai dekat rumahnya, rayain ulang tahunnya yang ke 17, trus nonton gerak jalan 17’n di kabupaten bareng-bareng, makan bakso solo, minum es teller favoritku, metik jagung di sawah (bukan nanam jagung ya), jalan-jalan ke taman ujung, beli cincin nama di tempat pertama kali kita ketemu di Tenganan Pegringsingan (di jari manisnya bertuliskan namaku, dan dijari manisku bertuliskan namanya), dan banyak hal yang kami lakukan bersama, begitu indahnya cinta terlarang ini.
Hingga suatu ketika aku mendapatkan kabar buruk darinya. Dia sakit demam. Dengan segera aku pergi ke rumahnya, membelikan beberapa bingkisan. Sesampainya disana, aku lihat kondisi kekasihku pucat. Tapi masih saja dia memaksakan diri untuk menjemputku di luar rumah.
“Kamu ini, nggak pernah denger apa yang aku bilang. Tak suruh diem aja di kamar, aku yang nyamperin masuk” omelku.
“Aku nggak sabar ketemu dokter cintaku yank hehehe”
“Mulai lagi deh gembelnya, ya sudah ayo masuk kamar lagi.”
Kebetulan rumahnya lagi sepi, semua pada sibuk bekerja. Jadi aku nggak perlu celingukan lagi msauk ke kamar nya Ari.
“Ini aku beliin susu, roti. Buat yang katanya nggak nafsu makan nasi.”
“Ngapain sayang repot-repot dengan semua ini?”
“Udah deh diem, nggak usah banyak protes” aku buka roti tawar dan ku oleskan sedikit selai nanas kesukaannya.
“Sini aku suapin. Aaaaaaa…….”
Dia  melahap potongan-potongan roti yang aku suapin.
“Kalau kayak gini, rasanya pengen sakit terus deh. Hehehe”
“kalau kamu sakit terus, tak bawain suntikan gede baru tau rasa!”
“Ampun buk suster. Alamak susterku galak juga ternyata”
“Makanya cepet sehat ya Cinta. Aku nggak bisa liat kamu sakit kayak gini”
Waktu berlalu begitu cepat, jarum panjang jam dinding menunjukan pukul  18.00 WITA. Sudah kelewatan waktu untukku pulang ke rumah, tapi aku nggak bisa meninggalkan kekasihku dengan keadaan seperti ini. Ku putar otak, erusaha menemukan jalan terbaik untuk saat ini.
“Yank, aku mau malam  ini ada disamping mu” kata-kata dari bibirnya menghentikan lamunanku
“Sayang, kamu taukan orang tuaku sama sekali tidak mengijinkanku untuk menginap di luar rumah dimanapun itu. hmmmmmm tapi aku  punya ide. Sebelumnya, sayang kuat aku ajak keluar? Ke rumah nenekku. Kita bermalam disana saja. aku yakin kedua orang tuaku mengijinkanku. Aku juga mau malam ini hanya merawat mu.”
“Aku kuat donk yank, masak naik motor aja nggak kuat” gayanya sambil memperlihatkan otot-otot lengannya yang lembek.
“Lembek gitu dipamerin. Okey deh, aku beres-beres dulu ya yank. Kamu minta ijin dulu sama ayah. Meskipun kamu dikasi keluar kemanapun tapi ijin tetep yang utama”
Dia mengangguk dan segera menelepon ayahnya. Seperti biasa, dia selalu diberikan ijin untuk kemana aja.
Dan akhirnya dengan hati-hati aku ajak dia ke rumah nenekku. Sesampainya di rumah nenek, nenek selalu welcome dengan kedatangan teman-temanku yang ingin bermalam. Biasa nenek hanya sendiri di rumah, jadi nenek selalu senang ketika aku mengajak temank-temanku mampir ke rumah nenek. Dan beruntungnya lagi, nenek memberikanku satu kamar hanya berdua dengan Ari. Jadi aku bisa lebih leluasa memperhtikannya, merawatnya (meskipun belum jadi seorang perawat beneran). Dan aku juga melihat raut wajah bahagia dari pemilik sepasang mata yang dari tadi memperhatikanku.
Jam dinding menandakan jam tidur. Aku antarkan nenek terlebih dahulu masuk ke kamarnya, memastikan beliau tidur dengan nyenyak dan aman. Setelah nenek tertidur pulas, dengan segera aku melangkah ke arah kamar dimana belahan jiwaku sedang menunggu. Ku lihat Ari diatas tempat tidur sambil menonton sebuah acara tv.
“Belum ngantuk sayang?” tanyaku
“Belum yank, masih nungguin kamu. Sayang udah ngantuk?”
“Belum juga.” aku cek suhu badannya, ternyata masi sama seperti tadi.
“Sayang tunggu disini dulu ya, aku mau siapin kompres buat kamu. Badan mu masih panas. Bentar aja ya”
Ari hanya mengangguk dan menantapku. Tak lama kemudian aku kembali dengan peralatan kompres ku. Aku kompres dia sampai suhu badannya menurun dan ku lihat dia tertidur. Kayaknya dia begitu lelah. Ku kecup keningnya, dan aku rapikan selimut untuk melindunginya dari hawa dingin. Dan ku ucapkan “Selamat malam, I Love You so much my dear”
Tak terasa mataku  perlahan mulai menutup. Dan aku tertidur di sebelah tempat tidurnya. Jam menunjukan pukul 02.00 dini hari, aku terbangun oleh belaian lembut seseorang.
“Maaf sayang, aku membangunkanmu” kata kekasihku menyadarkanku dari mimpi
“Lho ngapain sayang bangun jam segini? Lah ini kenapa aku ada di tempat tidur? Jangan-jangan? Sayang udah sembuh? Mana aku cek suhu tubuhmu dulu”
“Udah deh sayang, aku baik-baik saja, aku udah sembuh buktinya aku bisa angkat kamu ke tempat tidur hehehe”
Dia tepis tanganku, dan kembali membaringkanku. Dia membelai rambutku dengan mesra. Diposisi seperti ini bisa aku lihat dengan jelas, paras ayu yang tak pernah memudar dari pertama aku bertemu dia.
“Syukurlah kamu baik-baik saja.” Aku balas membelai bibirnya yang terlihat agak kering. “Aku takut kamu kenapa-kenapa, aku sangat mencintaimu Ari.”
Ari hanya tersenyum dan menatapku seolah-olah mengatakan padaku kalau dia baik-baik saja.  Dibelainya mataku, bibirku dan tak jarang hidung peseknya disatukan dengan hidung mancungku, bibirnya menyentuh bibirku, dan akhirnya aku tertidur di atas dadanya dan di dalam pelukannya. Kami kealam mimpi bersama-sama.
Mentari pagi menyambut sepasang kekasih yang sedang tertidur pulas. Suara nenek diluar kamar membangunkanku. Ku lihat jam dinding menunjukan pukul 06.30, tandanya aku harus segera mengantar Ari pulang dan aku harus bersiap-siap untuk pergi sekolah. Ku kecup kening kekasihku, “Sayang, ayo bangun. Sudah siang, nanti kita telat ke sekolah.”
Perlahan dia membuka matanya, seperti bayi yang baru terbangun dari mimpi. Lucu sekali pacarku.
“Uhmmm ya iya lagi bentar.”
“Eh mulai bandel ya, mau sekolah apa enggak nih yank? Udah jam setengah 7 lebih!”
“Astaga, kenapa sayang nggak bilang. Ayo kita pulang!”
“Perasaan dari tadi deh banguninnya” jawabku dengan tampang masam
“Hehehe iya sayang, habisnya masih ngantuk”
“Ya sudah ayo kita siap-siap”
Ku antarkan dia pulang ke rumah setelah itu dengan segera aku kembali pulang, dan bergegas pergi ke sekolah.
Di sekolah seperti hari-hari sebelumnya, ketika semua teman-temanku berbagi cerita tentang kekasihnya, aku hanya diam. Tak jarang mereka menanyakan siapa kekasih ku, aku hanya mengatakan seseorang yang bernama Ari dan aku sangat mencintainya. Tak banyak aku berbagi cerita dengan teman-temanku, aku lebih suka memendam semua rahasiaku.
Ari Puspita, kekasih hatiku, belahan jiwaku. Gadis yang dulu cantik, sekarang berparas tampan. Meskipun begitu, dia tetap terlihat ayu dimataku. Gadis yang bisa dikatakan gadis yang paling pintar diantara teman-teman sebayanya. Tak heran banyak yang suka sama dia, bahkan ada yang sampai mengejar-ngejar dia. Pacar siapa coba yang nggak cemburu? Yang nggak marah kekasihnya di ganjen-ganjen’in wanita lain? Seperti itulah aku.
Bahkan suatu malam, aku terlanjur emosi dengan seorang cewek ganjen. Yang mengaku-ngaku sebagai adik kelasnya Ari, yang udah jatuh cinta sama Ari sejak MOS (sama sepertiku, Ari salah satu anggota OSIS) dan dia emnceritakan sebuah cerita yang membuat hatiku ini panas. Saking cemburunya aku, Ari pun malah ikut-ikutan aku labrak. Aku menangis sejadi-jadinya. Tak ingin Ari diambil oleh siapapun. Tak terasa tangan ini mengambil sebuah silet, dan mulai menorehkan huruf demi huruf di tanganku sendiri. Seperti orang kerasukan setan. Setelah hati ini mulai tenang, baru aku sadari tangan ku berlumuran darah. Aku lihat ada tulisan “LOVE ARI”. Baru terasa perih goresan tangan yang aku buat sendiri.
Keesokan harinya, Ari sengaja meluangkan waktunya bertemu denganku di tengah-tengah kesibukannya try out (ujian kelas XII sudah semakin dekat, aku dan dia semakin disibukan dengan jadwal-jadwal sekolah yang semakin padat). Dia memelukku dengan erat. Dia terlihat sedih melihat wajah ku yang lusuh. Kantung mata yang terlihat menghitam karena menangis semalaman. Seolah-olah dia tau apa yang aku lakukan semalam, dia menggenggam tanganku. Melihat goresan-goresan di tanganku membuat dia semakin erat memelukku.
“Sayang, kamu nggak seharusnya melakukan ini semua. Aku hanya mencintaimu. Aku hanya menyayangimu. Jangan pernah percaya dengan apa yang dikatakan orang lain. Mereka hanya ingin merusak hubungan kita. Kamu cukup percaya sama aku seorang. Aku nggak sanggup melihat mu seperti ini. jangan pernah melakukan hal ini lagi. Kamu menyakiti dirimu sama dengan kamu menyakiti diriku sendiri”
Aku hanya diam dengan tatapan kosong. Perlahan tetes air mata ini mengalir.
“Aku hanya tak ingin kehilanganmu. Dia dan dia, mereka semua menceritakan hal yang membuat hati ini cemburu. Aku cemburu. Aku tak ingin kehilanganmu. Aku tak ingin mereka mendekatimu”
Dia mengusap air mataku. Matanya, seolah menahan kepedihan yang sangat dalam. Tapi seakan tak ingin memperlihatkan air matanya di depanku, dia menahan itu semua.
“Aku berjanji, mereka tak akan menyentuhku. Tak akan aku biarkan mereka membuatmu menangis seperti ini lagi.”
Dia memelukku dan berbisik “I Love You bidadariku”
Dan aku menangis dalam pelukannya. Dia memberikan belaian yang menenangkan hatiku. Dia menyanyikan sebuah lagu. Lagu ciptaannya sendiri. Lagu yang dia ciptakan untukku.
“Aku tau… kau tengah terluka…
Dan ku tau… kau tersakiti oleh cintaku…
Bukan maksud hati… tuk melihatmu menangis… melihatmu bersedih
Aku… tak ingin kau tinggalkanku…
Meski ku selalu lukai hatimu…
Ku tau ku salah ku tak pantas untukmu…
Tapi jangan kau tinggalkan aku…
Ku ingin kau selalu disisiku…
Meski cinta tak mungkin bersatu…
Ku tau… ku salah… ku tau ku memang salah”
Setelah dia berhenti di lirik terakhir, aku tatap matanya. Dan akhirnya matanya tak sanggup membendung isi hati. Ku usap air matanya, dan ku kecup pipi kuning langsatnya. “Bukan salahmu, maafkan aku. Aku mencintaimu. Aku juga tak ingin kehilanganmu” bisikku. Ku lepaskan pelukannya, “Udah jangan nangis lagi sayang, apaan nih? Cengeng banget nangis. Udah gede masih aja mewek” ledekku, mencoba mencairkan suasana.
“Eh kamu ya, anak kecil ngatain anak kecil!” Dia mengacak-acak rambutku.
Dan kami kembali tertawa. Aku percaya sepenuhnya, kalau hatinya hanya untukku. Dan tak ada yang perlu aku cemburui dengan cerita-cerita dari orang yang mencoba enghancurkan hubunganku dengannya. Dengan sebuah kepercayaan dan kejujuran, aku bisa lewati semua ini dengan dia.
Hingga tiba saatnya dimana kita menanggalkan pakaian putih abu-abu.
Ujian telah kita lewati bersama, meskipun beda paket. Aku dan dia lulus dengan nilai ujian yang sangat memuaskan. Seperti biasa, kelulusan diwarnai dengan corat coret baju. Tapi tidak untukku. Di hari-hari yang mereka nanti untuk melepaskan masa-masa SMA, tapi aku di tempat yang berbeda. Upacara agama yang tak bisa aku tinggalkan membuatku mengurungkan niat untuk ikut konfoi bersama rombongan kekasihku.
Seminggu kemudian, setelah aku selesai mengurus surat-surat dan administrasi di kampus pilihanku, aku sempatkan untuk ketemu dia. Sebelumnya memang aku ceritakan cita-citaku untuk menjadi seorang perawat. Biar bisa merawat dia sepenuhnya.
“Sayang, aku sudah selesai mengurus administrasi di kampusku. Aku diterima di STIKes. Aku batalkan niatku untuk kuliah di POLTEKES, biar aku bisa leluasa ketemu sama kamu. Aku nggak mau diasramakan.”
“Iya sayang, kapan mau OSPEK? Kapan sayang ke Denpasar?”
“Tanggal 9 September ini sayang, tangaal 10 September aku sudah pembekalan untuk OSPEK”
Dia diam sejenak, seakan menghitung hari.
“Jadi pas hari ulang tahunmu ke 17, kamu di Denpasar donk?” katanya mengagetkanku. Tak kusangaka disaat-saat seperti ini dia malah memikirkan ulang tahunku.
“Iya sayang, mau gimana lagi? kewajiban harus aku jalani. Kan mau jadi susternya cintaku, biar bisa lebih mahir nyuntik kalau sayang nanti sakit”
“Hufh iya deh, tapi inget berkabar ya. Aku tau kok kuliah di kesehatan seperti apa. Pasti sangat sibuk dengan semua jadwal-jadwal kuliah. Jangan lupa jaga kesehatan, nanti makan yang teratur meskipun aku jauh tapi ingatlah aku selalu ada untukmu, hatiku hanya untukmu.
“Yaelah pesek-pesek,, kayak aku mau pergi jauh aja deh. Bawel mu nggak hilang-hilang ya? Makin cinta aja aku sama kamu sayang” aku merebahkan kepalaku di bahunya dengan manja. “Sayang juga ya, jaga kesehatan. Aku tau kerja tiu sangat menguras tenaga. Inget makan yang teratur juga. dan satu lagi yang terpenting. Ingat jaga mata jaga hati.”
“Pasti lah sayang” dia tersenyum dan dia mulai menyanyikanku sebuah lagu. Lagu kesukaanku, dia sangat tau apa yang aku suka dan apa yang nggak aku suka. Dan selama ini dia sangat menjaganya. Tak pernah berubah.
Aku mulai disibukan dengan aktivitas kampus yang akan datang. Banyak peralatan yang kau butuhkan untuk OSPEK. Barang-barang yang aneh-aneh tentunya. Ari sampai geleng-geleng kepala melihat daftar barang yang harus aku bawa untuk OSPEK. Dia ikut membantuku mempersiapkan itu semua.
H-1 keberangkatanku, dia datang ke rumahku tanpa sepengetahuanku sebelumnya. Aku yang tengah menikmati istirahat siang di kamarku, tiba-tiba ada yang mengetuk kamarku. Aku kira ibu, jadi langsung saja aku suruh dia masuk karena kebetulan kamar nggak aku kunci. Ari mengendap-ngendap masuk kekamarku, mengagetkanku. Di balik tubuhnya, seakan ada yang dia sembunyikan.
“Sayang, tutup matamu donk”
“Ada apaan lagi neh sayang? Nggak bosen-bosennya kamu ngagetin aku ya?”
“Iya jangan banyak tanya, merem aja deh. Percaya sama aku”
Aku nurut aja apa yang dia bilang. Ditambah lagi dia menutup mataku dengan sepotong kain. Semakin membuatku penasaran. Tiba-tiba, cupppp. Sebuah kecupan mesra aku rasakan membuatku tersenyum, kenangan saat pertama kali bibir ini bertemu seolah terulang kembali.
“Aku akan membuka tutp mata mu, tapi jangan membuka mata sebelum aku perintahkan”
Aku hanya mengangguk dan dia melepaskan ikatan kain itu.
“Sekarang, buka matamu perlahan”
Aku buka mataku perlahan-lahan.
Aku kaget melihat kekasihku memegang sebuah kado yang ukurannya lumayan besar.
“Happy birth day for tomorrow sayang. Aku tau kita nggak bakalan bisa merayakan hari ulang tahunmu besok. Jadi aku persiapkan ini semua sebelum kamu bernagkat ke Denpasar.”
“Jiaaaahhhh pacalku lomantis tetaliiiiii……” ku peluk kekasihku. “sebenarnya kamu nggak usah ngelakuin ini semua, cukup mengingatku saja sudah merupakan kado terindah utnukku sayang”
“Udah nggak usah banyak protes. Ini kado jangan di buka sekarang. Aku mau sayang bukanya nanti malam. Tepat pukul 00.00 WITA”
“Ahhh curang, kan aku jadi penasaran. Buka sekarang ya cinta?”
“Ehhhh eeehhh nggak boleh di buka sekarang, awas aja di buka nggak bakalan tak kasi cium ya” ancamnya
“Ihhhh curang! Ya udah deh nanti aku buka tengah malem”
“Nah gitu dong, itu baru namanya gadis mancungku”
Aku dan dia, berdua di kamar yang terkunci. Melakukan hal yang bisa kita lakukan sebelum akhirnya waktu yang memisahkan. Udah kayak lagunya Lyla  aja “…nikmati detik demi detik, yang mungkin kita tak bisa rasakan lagi. hirup aroma tubuhku, yang mungkin tak bisa lagi tenangkan gundahmu…”
Dan hari itu pun datang, dimana hari aku akan memulai melangkah kedepan. Mendewasakan diri untuk menggapai sebuah cita-cita. Semua barang telah siap. Dan tak lupa aku bawa boneka pig pink yang makek bando, hadiah dari sang kekasih. Surat nya aku baca sekali lagi, membuatku senyum-senyum nggak jelas di jalan. aku pamit dengan ke dua orang tuaku yang mengantarku sampai di depan gerbang rumah. Dan tak lupa aku pamit dengan kekasihku yang jauh disana, setelah kupastikan sms ku terkirim, semua sudah komplit, akhirnya aku berangkat.
Benar saja, OSPEK yang sangat parah menyita waktuku. Capek, itu yang aku rasakan. Waktu buat istirahat pun kadang nggak dapat. Ari diseberang sana selalu mengoceh mengingatkanku untuk jaga kesehatan, mengingta ku untuk makan yang teratur. Membuat capekku terobati, dia selalu bisa menghiburku.
Akhirnya OSPEK terlewati, aku resmi menjadi Mahasiswa. Akhir dari OSPEK bukan merupakan akhir perjuanganku, tapi awal dari perjuanganku. Sebulan sudah aku tinggal jauh dari orang tuaku, jauh dari kekasih hatiku. Komunikasi antara aku dan dia mulai jarang, disibukkan dengan aktivitas masing-masing. Aku kuliah, dan dia bekerja.
Dies natails kampusku yang ke lima semakin dekat. Kebetulan UKM Mapala yang aku ikuti akan mengadakan pendakian. Tanpa pikir panjang aku mendaftar menjadi salah satu peserta pendakian. Berharap pendakian kali ini aku menemukannya.
Bulan Oktober, aku mendaki bersama rombongan di gunung Batur. Bermalam disana, dua siang satu malam. Ari dan kedua orang tuaku mengijinkanku mengikuti kegiatan kampus kali ini. seperti biasa, mereka selalu mengingatkanku untuk selalu berhati-hati. Pacarku sama orang tuaku, sama-sama aja. Kasih sayang mereka melengkapkan hidupku.
Dan tidak sia-sia aku mengikuti pendakian kali ini. Aku mendapatkan apa yang aku cari.
05 November 2012.
Hari yang sangat aku nanti-nanti. Aku sudah merencanakan semua hal yang akan aku lakukan hari ini. sepulang kuliah akan aku sempatkan kembali kerumah, dengan ini semua. Ku lihat kado kecil yang ada di tasku dan tersenyum lebar melalui detik demi detik. Akhirnya jarum jam menunjukan kuliahku telah usai. Dengan segera kau kembali ke kos dan berkemas-kemas. Tak sabar rasanya melihat reaksi kekasih ku.
Sesampainya aku di rumah, dengan segera aku pergi ke rumah kekasihku. Dengan alas an ada sesuatu hal yang perlu aku kerjakan.
Sesampainya di rumahnya, dia terlihat kaget melihat kedatanganku.
“Sayang???? ngapain disini? Bukannya lagi kuliah?” tanyanya kaget melihat aku datang bagaikan hantu
“Hihihi happy anniversary 1’year sayang. aku special datang kesini cuman mau ngucapin langsung dan…….tara! aku punya sesuatu yang special buat kamu”
Ku keluarkan kado kecil dari tasku. Melihat aku melakukan itu semua, dengan spontan dia memelukku. “Aku sangat-sangat merindukanmu sayang”
“Aduh sayang, aku nggak bisa napas nih. Kamu memelukku sangat erat”
Terasadar dia akan membunuhku dengan pelukan eratnya, dia melepaskan pelukannya dan langsung dia menarik tanganku masuk ke kamar kecilnya. Berdua, melepaskan rindu yang tak tertahankan.
Hampir saja lupa dengan kado yang mau aku kasi.
“Ini sayang, coba deh di buka. Meskipun sederhana, tapi bagiku ini penuh dengan makna”
Dia membuka kado kecil yang aku berikan.
“Ini bunga ?”
“Iyaps sayang, tau nama bunga ini apa?”
“Enggak sayang, emang bunga apa namanya?”
“Ini dah yang namanya bunga edelweis, bunga yang hanya tumbuh di dataran tinggi dan hanya berbunga di waktu-waktu tertentu. Bunga yang bisa dibilang bunga yang langka. Sayang tau apa arti bunga ini?”
“Enggak sayang. emang artinya apa?”
“Yaelah enggak tau??? Mimieh pacarku kudet! Ini lho artinya bunga keabadian cinta, bunga yang tak akan pernah layu meskipun telah dipetik selama bertahun-tahun”
“Jadi…”
“Iyaps, ini bukti cintaku untuk mu Rik. Aku memetik ini ketika aku berjuang sampai di puncak gunung Batur. Simpan ini baik-baik, jika nanti waktu memisahkan kita, percayalah cintaku akan tetap seperti bunga ini. abadi, untukmu seorang. Karena bunga ini hanya aku petik, sekali seumur hidupku dan aku berikan hanya untukmu”
“Kamu tak perlu melakukan ini semua pun aku tau kalau cintamu hanya milikku seorang”
“Kita tidak tau sebenarnya apa rencana Tuhan, intinya aku mencintaimu Ari Puspita”. Cukup lama aku dan dia terhanyut dalam suasana, akhirnya aku teringat akan sesuatu.
“Sayang, aku mau minta sesuatu”
“Minta apa sayang?” sahutnya
“Aku mau pergi ke bukit belakang rumah. Aku pengen lihat pohon cinta kita” pintaku manja.
“Ayo sayang kita kesana”
Dia mengajakku, menggendongku sampai di perbukitan. Sesampainya disana, aku menghabiskan waktu bersamanya, mengingat semua yang pernah terlewati disini. Menghabiskan waktu sebelum aku kembali lagi ke Denpasar.
…………………………………………………………………………………………………
Mengingat kembali semua yang telah terjadi dimasalalu membuatku merasakan hangatnya cinta itu lagi.
2 tahun telah berlalu, info terakhir yang aku dapatkan tentang dia hanya tempat dia kerja di sebuah resto dan tubuhnya yang sekarang semakin kurus. Dan satu lagi, informasi yang membuatku bisa lebih lega meskipun perih, kini dia bersama wanita lain, wanita yang lebih mengerti dia, wanita yang selalu ada untuknya suka duka, tidak seperti aku.
Menghela nafas, hanya itu yang bisa aku lakukan. Ketika aku melihat statusnya disebuah jejaring sosial. Sepertinya dia cukup bahagia dengan kehidupannya sekarang, dengan kekasih.
“Mungkin hanya sebatas ini Tuhan mengijinkanku bersamamu Kasih. Maafkan aku pergi, kamu lebih pantas bersamanya. Bukan denganku, aku hanya bisa membuat tetes air matamu mengalir. Dan ingatlah selalu, bunga itu bukti cintaku untukmu. Bunga yang pertama dan terakhir aku petik hanya untukmu. Cintaku tetap bersamamu, kenangan bersamamu tak akan pernah aku lupakan sepanjang waktu ku. Dan aku percaya, jauh di dalam hatimu masih terukir namaku, meskipun aku tau betapa perih rasanya”
Tetes air mataku mengalir, membasahi pipi ku ini. ketika melihat surat kecil yang dulu dia berikan untukku, dan surat ku yang aku tulis untukknya dengan tinta darahku sendiri. Surat yang aku urungkan untuk memberikannya, karena aku rasa sudah saatnya aku pergi meninggalkan semua tentangnya. Meninggalkannya dengan kebahagiaan, meskipun bukan denganku. Cukup melihat dia seperti ini, membuatku bahagia. Memang kedengarannya munafik, tapi aku percaya ini akan menjadi lebih baik.
Aku klik opsi dibawah profil akunnya
Blokir orang ini
Logout dari akun ku, dan log in di akun blog ku. Menceritakan semua kenangan yang tak pernah aku lupakan disini, berbagi cerita. Berharap dunia tau, cintaku untuknya tak pernah memudar. Cinta pertamaku seorang Ari Puspita.
…………………………………………………………………………………………………
Cinta ini bukan pilihan…
Tapi perasaan yang tulus dari hati…
Bukan cinta yang haram…
Tapi cinta yang indah…
Orang-orang yang selama ini men’judge ku dengan tatapan aneh dan sindiran aneh…
Sejaitnya kalian tidak tau apa-apa tentang cinta seperti ini…
Ketika kalian sendiri yang merasakannya, saat itulah pertanyaan-pertanyaan kalian akan terjawab…
Cintaku tak akan pernah salah, karena hati ini tak pernah salah.
Hanya pandangan orang-orang yang membuat ini semua salah…
Lesbian, bukanlah sebuah penyakit
Bukan juga sebuah pilihan
Tapi, cinta yang indah.
Cinta yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang mengartikannya dengan hati.
Tuhan menciptakan cinta, jadi cinta ini sampai kapanpun tak akan pernah salah”
Diberdayakan oleh Blogger.
 

Copyright © 2013. KISAH HOT - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger